
Zetizen.com - Dengar puisi-puisinya Rangga di film Ada Apa dengan Cinta 2 (2016) emang bikin (bawa perasaan) parah. Pantesan Cinta jadi gagal move on. Kayak Rangga dan Cinta, dulu orang emang suka banget mengungkapkan rasa cintanya lewat puisi. Apalagi para penyair. Masih relate nggak sih puisi-puisi lawas itu buat love life generasi Z? Apa malah puisi itu bikin kita nggak realistis? (ndy/sam)
“Aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas. Di pucuk kemarau yang mulai gundul itu. Berapa Juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu. Yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas. Awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu.” - (Aku Tengah Menantimu, Sapardi Djoko Damono, 1998)
Baca juga:
Tips Pacaran Sama Fangirl K-pop
Well, memperjuangkan gebetan yang high quality sih boleh aja. Apalagi kalau si dia rasanya click banget buat standar sempurnamu. But wait, menanti beberapa Juni hingga layu? Di tengah jembatan? We don’t think so. Kayak nggak ada cowok/cewek lain aja. Inget woy, populasi manusia di bumi ada 7,5 miliar orang pada 2016. Masa iya dia doang yang cocok sama kamu? Move on! Go out and search for somebody else!
“Cintaku jauh di pulau. Gadis manis, sekarang iseng sendiri. Perahu melancar, bulan memancar. Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. Angin membantu, laut terang, tapi terasa. Aku tidak ‘kan sampai padanya.” – (Cintaku Jauh Di Pulau, Chairil Anwar, 1946)
Puisi Chairil Anwar ini menggambarkan galaunya hubungan jarak jauh alias LDR. Tapi di kalimat terakhir si pujangga kayaknya tahu nih kalau cintanya mustahil. Tuh, dengerin. Boleh sih LDR, asal ada kemungkinan realistis di masa depan kamu bakal bersatu sama dia tanpa diganggu jarak. Bukannya yang menang adalah yang selalu ada saat kamu butuh sandaran? #eaa. Nggak usah mikirin yang di seberang pulau ah, cari aja gebetan baru lewat lewat aplikasi dating Tinder. Hehe.
“Tangis dan kesedihan itu selamanya mesti reda juga, ibarat hujan; selebat-lebat hujan, akhirnya akan teduh jua. Kita akan sama-sama menangis buat sementara waktu, laksana tangis anak-anak yang baru keluar dari perut ibunya. Nanti bilamana dia telah sampai ke dunia, dia akan insaf bahwa dia pindah dari alam yang sempit ke dalam alam yang lebih lebar.” – (Surat-Surat Hayati (Kasih Tak Sampai), Buya Hamka, 1939)
Udah nonton film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk? Yep, di atas adalah penggalan surat putus cinta yang dikirimkan Hayati untuk Zainudin. Yang ini lebih realistis daripada dua puisi sebelumnya.
Surat itu menyiratkan bahwa putus emang sakit, tapi sementara aja kok. Ibarat hujan, akan reda juga. Kamu bakal menyalahkan dia atau diri sendiri atas putusnya hubungan kalian. It’s okay to cry for a while. Tapi jangan kelamaan biar matamu nggak bengkak kayak habis ditonjok. Move on! Lama-lama kamu juga bakal berdamai kok dengan masa lalumu.