Membuat rumah singgah adalah aksi yang dilakukan Nur Hidayah. Di rumah singgah ini, adik-adik bisa mendapatkan les gratis, dan beasiswa. Oh ya, rumah singgah ini menerima penyandang disabilitas loh. Salah satunya adalah tuli. Disini, para “penghuni” rumah singgah akan diberi edukasi khusus tentang bahasa isyarat.
Sejak Mei 2017, Yokbet membuka kelompok belajar bersama untuk meningkatkan minat belajar anak-anak di daerahnya. Aksi ini dilakukan Yokbet karena kebanyakan anak-anak di daerahnya lebih suka bermain daripada belajar.
Bersama komunitasnya, Bhrisco aktif membagikan bingkisan kepada anak-anak yang sakit. Oh ya, Ia juga berhasil membuat RSUD di daerahnya jadi rumah sakit yang ramah anak loh! Hal ini ia lakukan karena banyak stigma negatif di RSUD tentang kebersihan dan juga lingkungannya yang kurang baik untuk anak yang sedang menjenguk maupun dirawat disana.
Dengan mengadakan latihan kepemimpinan siswa remaja cinta sosial, Fatmadillah membagikan ilmunya kepada remaja lainnya untuk menjadi seorang leader. Menurutnya, anak muda jaman sekarang lebih suka mengekor dari pada menjadi pemimpin. Hal ini tentu akan berdampak pada Indonesai di beberapa tahun yang akan datang.
Siska Nur Anggraeni membuat perpustakaan kecil di kelasnya yang disebut “Pojok Buku”. Aksi ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca anak muda yang masih kurang. Buku yang ia letakkan disana pun beragam. Mulai dari kamus, novel, komik, hingga beberapa buku pelajaran yang menunjang aktifitas belajar mengajar di kelasnya.

Prandwinata adalah founder Sriwijaya Mobile School. Melalui komunitas ini, ia melibatkan anak muda untuk datang ke sekolah-sekolah dan berbagi ilmu. Selain itu, dengan adanya Sriwijaya Mobile School, anak-anak yang ikut program ini mendapatkan berbagai ilmu yang dikemas dengan cara yang mengasyikkan.