zetizen

FOMO dalam Keuangan Syariah: Mengikuti Tren atau Istiqamah Finansial?

Explore
wallpapercave.com - lillyvscostaypositiveforever

Zetizen - Model individu dalam pengambilan keputusan keuangan dipengaruhi secara signifikan oleh fenomena era digital FOMO (Fear of Missing Out), atau ketakutan akan menghilang. Rangsangan psikologis diciptakan untuk mengikuti apa yang diamati banyak orang karena kehadiran media sosial, kampanye humas yang kuat, dan dinamika tren yang selalu berubah.

Akibatnya, banyak orang membeli barang karena takut tertunda oleh pengetahuan dan peristiwa yang lebih mereka hargai daripada kebutuhan mereka yang sebenarnya. Kecemasan, kekhawatiran, dan rasa tidak mampu untuk mengikuti perkembangan yang berkelanjutan adalah semua gejala penyakit ini.

Kecenderungan ini semakin didukung oleh taktik pemasaran digital yang menyoroti batasan waktu dan banyak konsumen membuat keputusan terburu-buru tentang investasi dan pembelian tanpa cukup memikirkannya. Gejala ini muncul pada pola konsumsi mereka yang ingin mengganti perangkat teknis dengan model terbaru namun tetap memanfaatkan model sebelumnya dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, kecenderungan ini tercermin dalam keterlibatan publik dalam barang-barang investasi berisiko tinggi, seperti lonjakan harga Bitcoin yang mencolok dan pergerakan viral serupa lainnya, jika mereka tidak memiliki pemahaman menyeluruh tentang cara kerja pasar keuangan.

Kaum muda maupun mereka yang aktif berkecimpung di ranah media sosial mengalami tekanan psikologis ini. Produk dan tren terbaru terus ditampilkan oleh sistem algoritmik digital, yang pada akhirnya menciptakan kebutuhan internal untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru tanpa merasa terisolasi secara sosial.

Akibatnya, beberapa orang memiliki ketidakmampuan yang tidak disadari untuk mengelola keadaan keuangan mereka. Dorongan untuk mengikuti tren sering kali menutupi pentingnya menabung, berinvestasi, dan mengurus kebutuhan dasar seseorang.

Terkadang, orang berusaha untuk berhutang untuk mendapatkan pengalaman dan harta benda yang sebenarnya tidak penting. Fomo dikategorikan sebagai kata benda yang menggambarkan keadaan cemas yang tidak diinginkan oleh orang yang mengalaminya, tetapi disebabkan oleh keyakinan bahwa pengalaman orang lain lebih memuaskan daripada pengalaman mereka sendiri, menurut definisi dikte yang dibahas McGinnis. Paparan media sosial biasanya menjadi penyebab fenomena ini.

Perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai contoh konsumsi yang tidak rasional dari perspektif ekonomi Syariah, yang bertentangan dengan dasar-dasar pengelolaan keuangan yang prudent.

Oleh karena itu, sangat penting untuk menerapkan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan Syariah, berkelanjutan, dan prudent. Konsumsi yang berlebihan seringkali mengakibatkan perilaku Tabzir (pemborosan), yang secara tegas dilarang dalam ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Baqoroh ayat 155, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Lebih jauh lagi, dinamika ini dapat mengarah pada aktivitas Israel (berlebihan) yang mengikuti tren saat ini atau melampaui batasan pengeluaran yang wajar untuk menjaga kelestarian sosial standing. Selain mengganggu keamanan finansial pribadi, perilaku konsumsi yang tidak terkendali ini akan mengarah pada masalah sosial yang lebih luas. Banyak orang mencari tingkat kehidupan yang tidak sesuai dengan keadaan keuangan mereka yang sebenarnya.

Elemen utama yang mengurangi efek merugikan dari fenomena pukulan adalah pengelolaan uang yang proporsional. Budaya digital dapat menjadi jebakan bagi mereka yang jatuh ke dalam pola pembelian tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya jika mereka tidak memiliki pemahaman dasar tentang sisi keuangan.

Tidak perlu menjaga stabilitas keuangan atau ketinggalan semua tren dan gaya hidup terbaru untuk mencegah bencana ekonomi pribadi. Dalam menjaga istiqamah finansial, manajemen aset secara khusus mendukung penerapan prinsip kehati-hatian dan kebijaksanaan dalam pengelolaan properti untuk mencegah perilaku konsumen yang berlebihan, menjaga keberlanjutan keuangan, dan memastikan bahwa semua pengeluaran konsisten dengan nilai-nilai inti, membawa manfaat jangka panjang, dan bebas dari sikap boros.

Belanja impulsif sering kali dimotivasi oleh tekanan sosial dan rasa takut ketinggalan, bukan karena persyaratan yang mendesak. Untuk menjamin bahwa setiap alokasi belanja memenuhi permintaan aktual, mendorong keberlanjutan keuangan, dan mematuhi persyaratan hukum, sangat penting untuk menciptakan skala prioritas anggaran yang sistematis dan konsisten.

Menjaga koherensi dalam pengelolaan keuangan Syariah membutuhkan kemampuan berpikir logis. Sangat penting untuk memikirkan apakah suatu produk atau layanan merupakan keinginan sementara atau kebutuhan aktual sebelum melakukan pembelian.

Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya menjalani hidup yang rendah hati. Ada rencana yang sistematis, namun bukan tanpa bimbingan. Individu dapat mencapai ketenangan dan stabilitas ekonomi dengan menunda keputusan konsumsi, meminimalkan paparan konten media sosial yang mempromosikan gaya hidup hedonistik, dan menjadi terbiasa dengan penggunaan sumber daya keuangan secara bijaksana.

Halaman: